Heboh Transgender, Bagaimana Transgender dan Problematikanya?


Bagi manusia yang menganut paham ketuhanan, tentunya mengetahui penciptaan manusia melalui Adam (laki-laki) dan Hawa (wanita). Namun, pada kenyataannya juga ditemui golongan yang tidak dapat dikategorikan laki-laki maupun perempuan, yaitu golongan waria (wanita-pria). Fenomena ini dikenal dengan gejala transeksualisme. Transeksualisme adalah kondisi dimana seseorang secara psikologis merasa memiliki gender dan identitas seksual yang berbeda dengan kondisi biologis seksual tubuh mereka sebagaimana mereka dilahirkan. Dalam ilmu kedokteran, pendeteksian gejala ini dapat dilakukan melalui metode DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder). Sejak berkembangnya metode DSM tersebut, pergantian jenis kelamin atau transgender mulai dikenal.
Berdasarkan hasil pencarian penulis, belum ada aturan hukum di Indonesia mengenai transgender. Dilansir dari laman kompasiana.com, UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Apen). Dalam Pasal 1 angka 17 UU Apen menyatakan bahwa, "Yang dimaksud dengan peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan". Dari pemaparan pasal diatas, memang pergantian jenis kelamin tidak masuk dalam kategori peristiwa penting sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 1 angka 17 UU Apen. Namun demikian, pergantian jenis kelamin dikenal dalam Pasal 56 ayat (1) UU Apen sebagai "peristiwa penting lainnya". Dalam Penjelasan Pasal 56 ayat (1) UU Apen dinyatakan bahwa "Yang dimaksud dengan Peristiwa Penting lainnya adalah peristiwa yang ditetapkan oleh pengadilan negeri untuk dicatatkan pada Instansi Pelaksana, antara lain perubahan jenis kelamin".
Secara implisit, transgender di Indonesia diperbolehkan. Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Hakim pengadilan mengabulkan permohonan pemohon untuk menetapkan status pergantian jenis kelaminnya, yaitu dari wanita ke pria. Faktanya, fenomena ini menuai pro dan kontra dari masyarakat. Salah satu faktor yang memicu sikap kontra tentunya dari aspek agama di mana seperti yang kita ketahui mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dengan persentase 87,18% berdasarkan hasil sensus tahun 2010 yang dilansir dari laman wikipedia.org. Dalam Islam sendiri, transgender atau dikenal dengan istilah takhannuts dan tarajjul hukumnya adalah haram. Berbanding terbalik dengan pandangan Negara Barat yang menganut pandangan filsafat liberalisme. Liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu.
Tak jarang, banyak ditemui kasus-kasus mengenai transgender ini. Fenomena yang sedang ramai diperbincangkan adalah Lucinta Luna. Lucinta Luna menuai kontroversi karena tindakannya yang menutupi masa lalunya. Contoh kasus lain terkait transgender adalah pria asal Belgia yang tak mengira, jika istrinya Monica, seorang warga negara Indonesia, dilahirkan sebagai seorang pria. Padahal mereka sudah menikah selama 19 tahun. Selain itu, kasus lain seperti pergelaran kontes ratu waria di Makassar, Sulawesi Selatan juga menuai kontra. Wali Kota Makassar Ramdhan Pomanto mengatakan kegiatan yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat seharusnya tak dilakukan. Menurutnya, kegiatan seperti ini harus dikoordinasikan dengan pihak kecamatan setempat agar tak menimbulkan konflik sosial nantinya.
Representasi masyarakat terhadap transgender maupun waria cenderung ke arah negatif. Oleh karena itu dalam konstruksi sosial, waria khususnya dianggap bukan bagian dari masyarakat karena tidak “normal”. Muncul berbagai opini bahwa mereka yang tidak berekspresi sesuai dengan jenis kelamin dianggap orang yang tidak menerima takdir. Hal ini memicu tindakan diskriminatif dan pelecehan baik itu berkenaan dengan mental dan fisik. Masyarakat sering kali hanya mengetahui waria secara umum tanpa mempertimbangkan faktor penyebabnya baik itu gen, lingkungan keluarga maupun faktor lainya. Hendaknya walaupun waria tidak diterima, kita harusnya tidak membenci. Manusia tetaplah harus menjunjung sisi kemanusiaannya.

Penulis             : Siti Zulaikha
Editor               : Dina Emelda
Ilustrator          : Andika Sujanadi
Heboh Transgender, Bagaimana Transgender dan Problematikanya? Heboh Transgender, Bagaimana Transgender dan Problematikanya? Reviewed by LPM Lensa Poliban on Jumat, April 27, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar