Mahasiswa Akademis vs Mahasiswa Aktivis


Arti mahasiswa tidak bisa ditemukan dalam satu pengertian. Mahasiswa ialah seorang agen pembawa perubahan, manusia yang merdeka, yang bebas menentukan arah tujuan demi menggapai sebuah harapan. Mahasiswa sebagai orang yang disebut-sebut insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata.
Pendapat tentang mahasiswa akademis atau mahasiswa aktivis tidak jarang terdengar di telinga kita. Terkadang perbandingan keduanya menjadikan bumerang yang nyata dalam kehidupan kampus saat ini. Pendapat mahasiswa akademis lebih unggul dibandingkan dengan mahasiswa aktivis, begitupula sebaliknya. Padahal istilah ini sama saja bahwa semuanya sama “mahasiswa”. Secara garis besar mahasiswa akademis mempunyai arti mahasiswa yang sibuk berkutat dengan kuliahnya saja, sedangkan Mahasiswa aktivis yaitu mahasiswa yang selalu sibuk dengan organisasi yang diwarnai aktifitas sosial.

A.     Mahasiswa Akademis

Gambar A. 1 Kegiatan Pembelajaran Mahasiswa 
Ada beberapa teman saya yang cenderung menjadi mahasiswa akademis. Mereka kurang tertarik berorganisasi. Setelah saya tanyakan mengapa demikian, dia mengatakan bahwa ketakutan tidak bisa membagi waktu antara kuliah, organisasi dan keluarga. Ketakutan ini bukan tidak sanggup tetapi lebih mempertimbangkan risiko yang akan terjadi. Jika ada kegiatan di organisasi yang dilaksanakan setiap akhir pekan, menyebabkan tidak bisa pulang kampung atau bahkan istirahat bersama keluarga.
 Jika dilihat dari sisi akademis, kita sebagai mahasiswa yang ada di kampus memiliki tanggung jawab akademis yang menjadi prioritas utama, agar bisa menambah ilmu sebanyak-banyaknya dan saat wisuda mendapatkan nilai yang memuaskan atau sering dikenal dengan “cumlaude”. Nah, kekurangan mahasiswa akademis ini karena mahasiswa hanya fokus dipelajaran dan mengejar IPK akhirnya rasa sosial dan tanggung jawabnya menjadi berkurang. Tidak menutup kemungkinan saat terjun ke masyarakat akhirnya timbul sikap egois, acuh, kurang peka terhadap keadaan sekitar, bahkan canggung atau panik dan emosi ketika dihadapkan dengan permasalahan yang ada.
Penyelesaian masalah itu hanya ada dalam organisasi atau pelatihan tertentu. Kekurangan itu cukup berpengaruh di dunia kerja, kecuali mahasiswa akademis ini sudah memiliki jiwa sosial dan tanggung jawab yang tinggi, atau mengikuti organisasi tertentu di luar kampus untuk pengembangan diri. Manfaat menjadi mahasiswa akademis seperti lebih mengetahui teori apa saja yang pernah didapat ketika kuliah yang akan diterapkan di dunia kerja, atau mungkin bisa membantu mencari cara alternatif untuk menyelesaikan tugas yang ada di dunia kerja. Dan tidak menutup kemungkina ada tempat kerja yang melihat IPK sebagai pertimbangan ketika melamar pekerjaan.
“Jadi menurutku, mungkin keuntungannya karena lebih fokus ke pelajaran, jadi bisa mengatur jadwal belajar dan mengerjakan tugas, yang pasti bisa liburan di akhir pekan atau bisa pulang kampung.” Tutur Najri salah satu mahasiswa Poliban.

B.     Mahasiswa Aktivis

Gambar B. 1 Demonstrasi Mahasiswa Aktivis tolak RUU KUHP
Dan dari beberapa teman saya yang juga cenderung menjadi mahasiswa aktivis yang tertarik dengan dunia organisasi. Mereka mengatakan bahwa menjadi mahasiswa aktivis memiliki banyak relasi/teman tidak hanya seputar kelas, prodi bahkan satu kampus. Tidak menutup kemungkinan juga memiliki teman di luar kampus lewat organisasi yang diikuti dan sebagai media penambah pengalaman bagaimana bekerja dalam tim. Mahasiswa aktivis tidak hanya tentang aksi demo, demo tidak bisa dijadikan solusi dalam memecahkan masalah, masih ada musyawarah, audiensi, dll. Kepekaan kita terhadap masyarakat juga bisa disebut mahasiswa aktivis menurutnya. Sebab jika kita sendiri tidak memiliki rasa peduli dengan lingkungan atau masyarakat sama saja menjadi apatis.
Manfaat menjadi mahasiswa aktivis akan bisa sangat dirasakan karena dalam dunia kerja jauh lebih sulit dari pada dunia organisasi. Di dunia kerja benar-benar kita menghadapi kehidupan yang sebenarnya, pesaing kerja, pesaing rekan kerja, terus dari petinggi-petinggi kantor, masalah-masalah kantor dll. Jadi, dari pengalaman yang kakak tingkat sampaikan dengan kita mengikuti organisasi, kita sedikit tahu tentang suasana dan situasi dalam dunia kerja yang akan kita jamah sehingga kita tidak terkejut lagi dalam situasi itu.
Akan lebih baik lagi jika menjadi mahasiswa akademis dan aktivis, dalam artian ilmu yang sudah didapat dalam perkuliahan bisa diterapkan ketika dihadapkan dengan permasalahan yang ada di organisasi atau masalah yang sedang di hadapi.
“Sebenarnya, dari awal masuk kuliah tepatnya ketika OKKMB melihat organisasi di Poliban itu terasa wow gitu, terus terjunlah ke salah satu UKM, setelah itu ada terbesit mau ikut BEM. Di UKM-kan juga sudah diajarkan tentang jiwa kerelawanan, jadi darisitu sudah mulai tertarik sama jiwa aktivisnya, ditambah lagi di UKM ada kajian masalah, jadi sebenarnya alasannya itu karena aku gak mau kuliah hanya sekedar kuliah saja dengan tujuan IPK cumlaude, untuk tujuannya sendiri sebenarnya karena memang dari pertama kuliah sudah mulai tertarik dengan beberapa orang di kampus yang menurut aku bisa dijadikan orang yang memang bisa menginspirasi aku, baik dari segi pemikiran ataupun perbuatannya. Sama satu yang kutanamkan dalam diriku, saat kita sudah terjun ke organisasi jangan cuma jadi mitos saja, tapi harus jadi legenda. Saat kita berada di perkuliahan di fase untuk mengembangkan diri jangan hanya jadi sekedar cerita yang sudah lewat saja, tapi lebih peninggalan kita di organisasi itu apa” Tutur Siti Noorlatifah salah satu mahasiswa aktivis organisasi Poliban.

Sumber referensi bacaan :
Rahmawati, Fatika Arum. 2017. Mahasiswa Akademis vs Mahasiswa Aktivis.
Pamuncar Blogspot. 2012. Definisi, Peran dan Fungsi Mahasiswa. Diakses pada 30 Maret 2020  
Mahasiswa Akademis vs Mahasiswa Aktivis Mahasiswa Akademis vs Mahasiswa Aktivis Reviewed by LPM Lensa Poliban on Minggu, Juni 28, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar