Three Sided Mirror. Second Side; Fazrial Wandana


Namanya Fazrial Wandana, anak laki-laki dengan tinggi badan rata-rata, berproporsi kurus dengan dandanan yang bisa dibilang kuper, celana nyaris kependekan di atas mata kaki, juga tidak jarang tertangkap dengan baju seragam kedodoran, entah dari mana dia mendapatkannya, yang pasti banyak barang yang Wandana pakai bukan ukuran yang pas untuknya.

Mereka semua maklum, Wandana bukan dari keluarga berkecukupan, bahkan sulit untuk makan sehari hari. Untuk bersekolah di sini Wandana menggunakan beasiswa, tidak lupa mama dan papanya yang bekerja mati matian untuk membelikannya seragam juga alat tulis.

Wandana pernah bertanya, kenapa mama dan papa bekerja begitu keras hanya untuk menyekolahkannya? Padahal hanya untuk sehari hari saja mereka sudah susah. Dengan begitu bapaknya akan mengelus kepalanya dan mengungkit soal namanya yang terdengar seperti nama anak perempuan. 

Bapak bilang mulanya mama memberikan nama Wardana yang artinya kesucian tubuh. Namun ketika membuat akte kelahiran, bapak yang sebenarnya memang tidak sejago itu dalam baca tulis malah menuliskan nama Wandana, bukannya Wardana dan itu berlangsung sampai Wandana lulus SD, Bapak tidak pernah punya kesempatan untuk memperbaiki namanya. Dari situlah bapak bilang kalau Wandana setidaknya harus pintar untuk memilih nama yang bagus untuk anaknya kelak dan tidak membuat kesalahan ketika menuliskan nama di akte seperti yang bapak lakukan. Kata bapak itu salah satu kesalahan fatal yang berakhir Wandana malah di panggil Wawan oleh teman temannya, walaupun Wandana tak pernah sekalipun mengeluhkan tentang hal itu.

"Fazrial." Begitulah kedua orang tuanya sering memanggilnya. Berbanding terbalik dengan Jevin, Wandana adalah siswa yang pintar, dia selalu patuh dengan perkataan orang tuanya. kata bapak dan ibuk Wandana adalah anugerah paling berharga yang pernah tuhan berikan padanya, itu sudah cukup bagi Wandana untuk tidak mengeluhkan kehidupannya sekarang. Dia tidak perlu bergelimang harta, cukup orang tuanya selalu berada di sisinya, cukup itu saja.

"Iya pak?" Wandana duduk bersila di lantai beralaskan tikar di samping Bapaknya, remaja itu tersenyum ketika bapaknya menepuk bahunya pelan. 

"Gimana tadi di sekolah?" itu pertanyaan yang rutin Bapaknya tanyakan ketika beliau sedang di rumah dan melihat Wandana duduk di ambang pintu; melepas sepatu dan kaos kakinya sehabis pulang sekolah. Mungkin kalian pikir pertanyaan seperti itu hanya berlaku untuk anak anak TK atau SD, tapi bagi Wandana, pertanyaan itu adalah salah satu bentuk dari sekian banyak kepedulian yang orang tuanya selalu curahkan padanya. Wandana tidak pernah menganggap pertanyaan itu kekanak kanakkan.

"Alhamdulillah baik, pak. Oh iya, tadi Fazri ditawari ikut Olimpiade, hadiahnya lumayan Pak, kalau misalnya Fazri menang uangnya bisa buat beli kebutuhan kita nanti. Lagian ibuk bilang pengen beli termos baru kan, soalnya yang lama pecah gara gara Fazri." Remaja itu menunduk merasa bersalah, sampai ketika seorang wanita paruh baya ikut duduk menghampiri Wandana.

Itu ibunya, beliau mengelus pipi anak semata wayangnya itu. "Fazri ga perlu ikut olimpiade kalau cuma mau beliin ibuk termos, tapi Fazri bisa ikut olimpiade kalau emang Fazri pengen. Fazri ga perlu menang nanti, kita selalu bangga sama Fazri. Kalau fazri menang pun, uangnya harus jadi milik Fazri. Fazri bisa beli seragam baru dari uang itu, Fazri harus dapat hadiah dari usaha Fazri sendiri." Itu yang mamanya katakan, orang tuanya tidak pernah meminta bagian dari apa yang Wandana dapatkan dari usahanya sendiri. Mereka selalu bilang kalau mereka tidak bisa memberikan banyak hal kepada Wandana, namun setidaknya mereka tidak pernah mengambil sesuatu yang seharusnya hak milik Wandana.

Penulis: Saidatun Najmi

Sumber Foto: Pinterest

Three Sided Mirror. Second Side; Fazrial Wandana Three Sided Mirror. Second Side; Fazrial Wandana Reviewed by LPM Lensa Poliban on Selasa, Oktober 03, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar